Kamis, 11 Juni 2009

AV class activity
at 19 Mei 2009


++_ada macam2 pengambilan gambar, diantaranya :
1. Big Close Up (BCU)--> Mengclose up salah satu bagian tubuh
2. Close Up--> Berada dekat dengan subjek. misal mengambil gambar kepala saja
3. Medium Close Up (MCU)--> Lebih jauh dari close up, lebih kecil dari medium shot
4. Medium Shot (MS)--> Kurang lebih setengah Badan (di atas lutut)
5. Knee Shot (Medium Full Shot)
6. Full Shot (FS)--> Secara utuh dari kepala sampai kaki
7. Medium Long Shot (MLS)--> Secara utuh+setting tempat
8. Long Shot (LS)--> Yang diutamakan settingnya. lebih kecil dari ELS tapi lebih besar dari MLS
9. Extreme long Shot (ELS)--> Orang-orangnya hampir tak terlihat, disini setting tempat ikut berperan

++_Camera Angel secara umum dibagi menjadi 3, yaitu :
1. High ANgel
2. Low ANgel
3. Eye ANgel

++_istilah-istilah lainnya,,...
BEV (Bird Eye Level), FEL (Forg Eye Level), Walking Shot, Fast Road Effect, Artificial Shot, Reflection Shot, Backligt Shot/Siluet, 1 shot, 2 shot, group shot, dll....

++_CAmera Movement (Pergerakan Kamera) ada macam2 jenisnya...
1. Panning--> Digerakkan ke kanan (PannRight) dan Digerakkan ke kiri (PannLeft)
2. Tilting--> Digerakkan ke atas (Tilt Up) dan Digerakkan ke bawah (Tilt Down)
3. Tracking--> Digerakkan ke depan (Track In) dan Digerakkan ke belakang (Track Out)
4. Walk In--> objeknya mendekati kamera
Walk out--> objeknya menjauhi kamera
5. Following--> Mengikuti setiap pergerakan objek
6. Crane Shot
7. Helly Shot--> Menggunakan helikopter mini
8. Head room--> Ruang di atas kepala
9. Zoom--> kameranya diam, tapi seolah-olah bergerak menjauh
10. Garis imajiner--> garis khayal yang tidak boleh dilewati oleh kamera

Selasa, 09 Juni 2009

Film-Film Termahal Sepanjang Sejarah Perfilman Tanah Air

Part 2

Pembuatan film Ketika Cinta Bertasbih mencapai angka Rp20 miliar. Jumlah ini membengkak karena imbas krisis global di dunia. Rumah produksi Sinemart Pictures harus merogoh kocek dalam-dalam untuk pembuatan film Ketika Cinta Bertasbih (KCB).Film yang disutradarai Chaerul Umam ini membutuhkan biaya Rp20 miliar untuk menyelesaikan film yang diadaptasi dari novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy itu.Hal ini dibenarkan oleh Humas Sinemart Abdul Azis. Ia mengatakan, belum ada perhitungan rinci mengenai biaya. Namun, ia mengklaim film ini adalah film termahal di Indonesia."Untuk film ini, kami mengeluarkan Rp16 miliar. Itu belum dihitung rinci. Diperkirakan, biaya yang akan dikeluarkan sekitar Rp20 miliar," sebut Azis.Jumlah sebanyak itu menurut Abdul Azis, termasuk biaya proses audisi dan promosi. Maklum, sebelum syuting film di Mesir, Sinemart terlebih dulu menggelar proses audisi pemeran utama film KCB di berbagai daerah di Indonesia.Tidak hanya itu, Sinemart juga harus mengeluarkan biaya karantina begitu proses audisi berjalan. Biaya terus bertambah ketika proses syuting berjalan. Lokasi syuting di Mesir membuat Sinemart terus menggelontorkan uang dalam jumlah yang besar.Selain untuk biaya transport, mereka juga harus menyewa para kru film yang ada di Mesir. Jumlah biaya semakin membesar karena di saat yang bersamaan krisis global terjadi.Meski mengeluarkan banyak uang, Abdul Aziz menyebutkan, Sinemart tetap optimistis. Soalnya, film ini sudah jadi pembicaraan masyarakat."Film ini diangkat dari karya besar. Film ini juga sangat dinanti masyarakat. Kami sengaja membuat sebuah film yang memang memiliki daya tarik tinggi dari masyarakat," kata Azis.Julukan film termahal ini, menurut Aziz, bukan asal sebut. Menurut dia, untuk membuat sebuah film di Indonesia, biaya yang dibutuhkan itu biasanya mencapai angka Rp5 miliar. Ia mencontohkan, film Doa Yang Mengancam yang juga diproduksi Sinemart. Film ini menghabiskan dana sekitar Rp4 miliar.

dGrab dari : celebrity.okezone.com

19 Film Indonesia Diputar di Perancis

Meski belum diputar di Indonesia, film Ketika Cinta Bertasbih (KCB) akan tampil di Festival Film Cannnes 2009. Film yang disutradarai oleh Chaerul Umam ini baru akan dirilis di Indonesia pada 11 Juni mendatang.
"Ini sebuah apresiasi yang luar biasa buat film KCB," kata Abdul Aziz, humas Sinemart Indonesia, rumah produksi yang memproduseri KCB. KCB merupakan satu dari 19 film Indonesia yang lolos seleksi untuk dipromosikan di Festival Film Cannes 2009 yang akan berlangsung 13-23 Mei. Film ini merupakan film adaptasi dari novel milik Habiburrahman El Shirazy. Film ini disebut-sebut sebagai film termahal di Indonesia dengan biaya hampir Rp20 miliar. Jero Wacik, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata menyambut positif keterlibatan film Indonesia pada Festival Film Cannes. Wacik menjelaskan keterlibatan film Indonesia ke Cannes ini sebenarnya bukanlah hal baru. Setidaknya telah lebih dari 20 tahun beberapa sineas Indonesia sudah pernah berpromosi di festival ini. "Namun keikutsertaan tersebut masih bersifat parsial dan sporadis. Artinya produser film kita masih berangkat sendiri-sendiri. Tapi sekarang semuanya lebih terkoordinasi," kata Wacik. Sementara itu Firman Bintang, Sekjen Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) yang juga menjadi anggota tim seleksi film ke Cannes menjelaskan film-film yang dibawa ke Cannes ini merupakan hasil seleksi. Dia mengatakan sebelumnya pihak PPFI telah mengirimkan formulir keikutsertaan ini kepada semua produser film Indonesia. Film-film Indonesia tersebut, kata Firman, hadir pada forum market film. Pesertanya berasal dari seluruh dunia. "Ini menjadi salah satu cara buat para produser menjual filmnya ke luar negeri," kata Firman. 19 film Indonesia yang dibawa ke Cannes diantaranya Ayat Ayat Cinta, Generasi Biru, Bukan Cinta Biasa, Eiffel; i'm in love, serta Jamila dan Sang Presiden. Ada pula beberapa film horor yang juga disertakan ke Cannes, di antaranya film Mati Suri, Pocong, dan sebagainya. Menurut Firman, film-film horor seperti itu sangat disukai publik internasional.

dGrab dari : www.rileks.com

FIlm-Film Termahal Sepanjang Sejarah Perfilman Tanah Air

Part 1

Produksi film kolosal layar lebar TUANKU IMAM BONJOL boleh jadi menyedot biaya hampir Rp20 miliar dan bisa menjadi film termahal dalam sejarah perfilman nasional, tetapi produser Reza Zulkifli mengaku optimis.
"Saya optimis, meskipun ini bisa menjadi proyek rugi," kata Reza saat berbincang dengan sejumlah wartawan di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Kendati demikian, Reza mengaku pembuatan film kepahlawanan Imam Bonjol di era Perang Padri (1800-an) itu didukung banyak pihak, termasuk Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan Departemen Pendidikan Nasional, yang bahkan berjanji menjadikan film itu wajib tonton bagi pelajar sekolah.
Bicara idealisme, Reza mengatakan bahwa wajah perfilman nasional dewasa ini hanya diisi kisah cinta dan horor, padahal kemampuan sineas-sineas yang ada jauh di atas itu.
Produser yang akrab dengan sinetron-sinetron laga ini pun berharap TUANKU IMAM BONJOL dapat memotivasi rekan-rekannya, bahkan yang lebih senior dan handal, untuk melakukan gebrakan besar.
Untuk filmnya itu, dijadwalkan mulai syuting awal November 2007 dengan lokasi terbanyak di Padang dan Payahkumbuh, Sumatera Barat, ia tidak kurang melibatkan 500 artis dan figuran, termasuk tentara sungguhan.
"Kalau tentara bohongan nanti nggak kuat saat adegan perang," katanya.
Reza juga mengakui pihaknya saat ini masih terkendala tiga masalah, belum mendapatkan penata musik yang mampu menghadirkan musik heroik, panorama dan seni budaya dan tarian tradisional, pemeran istri Imam Bonjol, dan kekurangan dana Rp5 miliar.
"Tapi saya optimis semua bisa ditangani sambil jalan," katanya.
Dengan rencana lama waktu syuting 1-2 bulan, TUANKU IMAM BONJOL menampilkan bintang-bintang muda maupun senior yang terkenal, di antaranya Rizal Djibran, Kiki Amalia, Marcelino, Him Damsyik, Ray Sahetapy, juga penyanyi dangdut Tessa Mariska, dan pelawak Ginanjar.
Khusus Tessa Mariska, sang produser mengatakan dirinya bakal mengubah citra atau image penyanyi seksi dengan goyangan yang heboh itu menjadi seorang perempuan desa yang soleha bernama Maimunah.
Bikin Kapal VOC
Selain pengerahan 500 pemain, produksi TUANKU IMAM BONJOL juga menuntut pembuatan Kapal VOC. "Sekarang lagi kita bikin. Ukurannya kira-kira setengah kapal feri," kata Reza.
Kisah film dimulai dengan pengadeganan Imam Bonjol kecil, sekitar lima menit, semasa remaja (10 menit), kemudian berguru pada Tuanku Rao (Ray Sahetapy) hingga menjadi panglima perang kaum Padri.
Menurut Reza, rencana pembuatan film juga sudah didiskusikan dalam satu sarasehan yang menghadirkan sejumlah orang ternama, antara lain penyair Taufik Ismail dan Agum Gumelar selaku penasehat produksi.
Dari pertemuan itu, ia mengaku mendapatkan banyak masukan dan pengungkapan hal-hal berkaitan dengan Imam Bonjol, yang sebelumnya tidak ia ketahui. "Pokoknya banyak, bahkan soal petisi yang meminta agar status pahlawan nasionalnya dicabut lantaran dianggap pemimpin Islam garis keras yang membunuh Sisingamangaraja X," katanya.
Meski demikian, ia berpegang pada pengakuan pemerintah dan juga kelompok sejarahwan internasional yang mengakui kepahlawanan Imam Bonjol.
Menjawab wartawan, Reza mengakui keinginan membuat film tersebut bukan semata karena dirinya putra Minang, tetapi juga karena Imam Bonjol sudah menjadi salah seorang pahlawan nasional, terbukti antara lain dengan pemakaian gambarnya pada mata uang Rp5.000.
"Habis ini saya juga akan membuat film Panglima Sudirman dan Pangeran Diponegoro," katanya.

dGrab dari : Kapanlagi.com

Selasa, 02 Juni 2009

Yuk, Bikin Film Sendiri...

Bulan lalu, salah satu stasiun televisi swasta mengadakan festival film independent. Apaan tuh? Itu lho, film bebas yang dibikin oleh kita yang nantinya bakalan dilombakan dan dinilai oleh dewan juri. Pemenangnya bisa dapetin uang 200 juta. Lumayan buat biaya nikah. Eh, bikin film lagi deh! He..he..

Sekilas kalo kita bayangkan, sepertinya bikin film itu sulit. Emang sobat, itu mah bukan cuma bayangan, tapi kenyataan. Karena untuk membuat film yang sebanding film-film Hollywood misalnya, butuh biaya yang sangat besar. Selain harus punya peralatan teknis seperti camera, lampu shoting, pemantul cahaya, kereta kameramen, dan sebagainya yang harganya We O We, kita juga kudu bayar artis dan aktor yang lumayan mahal. Tapi, bukan berarti dengan cara sederhana kamu nggak bisa bikin film sendiri. Selama ada kemauan pasti kamu bisa. Apalagi sekarang handycam atau handphone dengan fasilitas video recorder sudah menjamur.

Digcam (camera digital) juga yang tadinya berfungsi hanya untuk mengambil gambar diam saja, sekarang sudah dilengkapi dengan fasilitas pengambilan gambar bergerak (movie). So, sekarang bikin film serasa mudah kalo ada fasilitas yang beginian.

Nah sobat, apa aja yang diperlukan untuk membuat sebuah film? Yuk, kita bahas rame-rame.

Skenario
Yup, bikin film emang harus pake skenario. Apa sih skenario itu? Kalo dalam kamus ilmiah populer, skenario adalah alur cerita dari sebuah sandiwara atau film. Jadi sebelum memulai segalanya dari pembuatan film, kita harus terlebih dahulu membuat skenarionya. Tentang tema, judul, pelaku (tokoh), lokasi, naskah, dan sebagainya semua disusun di sini.

Nah, kalo udah dibikin skenarionya, baru deh kamu tentuin orang-orang yang akan memerankan tokoh dalam film kamu. Nggak usah pake artis dulu deh, pake sodara atau tetangga kamu dulu aja. Biar gratis. Phew!

Eh, tapi kalo kamu mau bikin film tanpa skenario bisa juga lho. Misalnya kamu pengen bikin film tentang kejadian-kejadian unik yang ada di tengah-tengah kehidupan kamu seperti di keluarga, teman, atau di mana saja, tinggal kamu cari aja en terus kamu rekam deh kejadian tersebut. But, kamu kudu nyadar juga, kalo kamu rekam pake HP atau digcam tentunya cuma bisa memuat film beberapa detik atau menit saja. Kecuali kalo memori di digcam atau ponsel kamu gede, tentunya lebih leluasa buat kamu untuk merekam gambar.

Mengenal alat shoting
Yup, nih dia yang kudu jadi perhatian dalam menyusun sebuah film. Alat recorder sekarang emang banyak seperti yang udah ditulis di atas. Ada handycam, camera digital, atau handphone juga bisa. Buat handycam, banyak sekali merk-merk yang sudah bertebaran di pasar elektronik. Sony, Samsung, Panasonic, Canon, JVC, dan lain-lain. Begitu juga dengan digcam. Kalo handphone, banyak juga sih yang udah mendukung fasilitas ini. Sebut saja Nokia 8680 yang cameranya bisa bolak-balik. Atau Sony Ericson s700i, Samsung, dan lain-lain, yang kameranya tidak hanya berfungsi mengambil foto saja, tetapi juga bisa merekam gambar bergerak. Nah, dari sini tinggal kamu pilih saja sesuai dengan yang kamu miliki. Kalo belom punya, nabung dulu deh dari sekarang. Oke?

Pengenalan software editing
Sip deh, kalo kamu udah nge-shoot beberapa film. Tinggal sekarang gimana nih supaya hasil shoot-an kamu bisa dinikmati juga oleh keluarga atau temen-temen kamu. Yup, pake shoftware yang udah kamu install ke komputer kamu tentunya. Software yang biasanya diandalkan untuk meng-capture movie dari media seperti handycam, digcam, atau HP, adalah Adobe Premiere, Ulead Video/Media Studio Pro, dan lain-lain. Oya, ada juga software Vegas keluaran Sony.

Menurut penulis sih, memang vegas lebih mudah digunakan dibandingkan dengan software-software lainnya. Tapi nggak usah khawatir, kalo kamu belum punya software-software tersebut di Windows XP kamu, tapi yang Service Pack 2 lho. Di situ ada program untuk membuat film, namanya movie maker. Dengan program ini, film sederhana bisa kamu rangkai. Mau lebih canggih lagi? Tambahin SFX sama kamu. Tapi kudu tambah software lagi, seperti Adobe After Effect, 3Dsmax, atau alias maya.

Oke deh, cobain aja sama kamu rasanya bikin film sendiri. Yang penting dan yang perlu kamu perhatiin, kalo bisa film yang kamu buat isinya bukan yang asal-asalan. Tetapi memiliki sebuah makna dan orang yang melihatnya merasa tersentuh atau gimana gitu. Lebih baik lagi kalo terdapat nilai-nilai dakwah dalam film hasil buatan kamu sendiri. Lumayan buat nambah-nambah pahala.

Simple Tapi Keren
Mau bikin film yang simple tapi keren? Gampang aja sih, misalnya dengan membuat film-film dokumenter. Kalo di tivi-tivi kan ada tuh dari discovery channel film tentang dokumenter binatang. Atau juga seperti 9/11 Fahrenheit yang juga merupakan film dokumenter. Kamu juga bisa lho. Nah, di bawah ini pilihan buat kamu untuk bikin sebuah dokumenter yang asyik:

Dokumenter demonstrasi
Sekarang tuh kan banyak demo-demo atau aksi-aksi yang dilakukan mahasiswa atau kalangan lainnya. Nah, bagus juga kayaknya kalo kamu kumpulkan dokumentasinya en terus kamu rangkai jadi satu film.

Dokumenter pernikahan
Kalo ada temen kamu yang nikah, boleh juga tuh kamu shoot buat kenang-kenangan. Lumayankan, siapa tau nantinya bisa jadi bisnis.

Dokumenter Wisuda/Perpisahan
Kalo yang ini emang kudu ada dokumentasi. Soalnya buat kenang-kenangan kan. Asyik juga tuh kayaknya kalo merekam acara seperti ini.

Masih banyak lagi yang bisa kamu jadiin film dokumenter. Baik di keluarga atau temen-temen kamu. Misalnya dokumenter memasak. Kalo ibu kamu lagi masak kamu film aja tuh. Lebih asyik lagi, kamu tambahan narasi dari kamu nudah gitu kamu jadiin deh CD atau DVD supaya yang lain bisa ikut menikmati. Ya itung-itung jadi artis di rumahan nggak mengapa kan? He..he..

dGrab from www.gaulislam.com

Rabu, 15 April 2009

BuKu SangAr Coy...

Judul:500+ Gelombang Video Porno Indonesia
Penulis:Sony Set
Penerbit:Andi
Edisi:Pertama
Tahun Terbit:2007
Jenis Cover:Soft Cover
Jml. Halaman:200 (termasuk indeks/pengantar)
Berat Buku:~ 240 gram
Kategori:Komputer dan Internet :: Internet
Fitur Buku:
Kontroversial
Tahukah Anda bila saat ini telah beredar luas 500+ judul film porno buatan lokal telah beredar?

Sadarkah Anda, bila 90% film porno tersebut dibuat oleh mahasiswa, pelajar yang notabene anak muda Indonesia?

Tahukan Anda bila setiap hari, terdapat 2 film porno baru buatan anak muda Indonesia disebarluaskan lewat internet dan handphone?

Buku ini berisi penelitian, wawancara, investigasi dan segala hal tentang meledaknya jumlah pembuatan video mesum dengan menggunakan peralatan handphone oleh anak-anak muda Indonesia, para pegawai negeri dan swasta, karyawan, anggota DPR dan PSK. Buku ini membahas fenomena kegilaan tersebut yang setiap hari semakin mengkhawatirkan.

Buku ini sebuah upaya untuk menghentikan laju kegilaan pornografi yang saat ini telah melibatkan banyak anak muda dan orang dewasa yang gila membuat FILM PORNO! Juga sebagai pendukung langkah konkret Sony Set yang menggulirkan "Kampanye Jangan Bugil di Depan Kamera" sebagai upaya memperlambat kehancuran moral anak muda bangsa ini.

Tidak hanya meniliti fenomena kegilaan, buku ini juga memberikan tip dan trik menghindari diri dari bahaya pembuatan film porno dan pornografi. Siapkan diri Anda dengan kejutan-kejutan yang mengisi sebagian besar buku ini.

dGrab dari www.bukudiskon.com


duh, mengenaskan banget kan guys...kita sebagai orang Indonesia yang baek, kudu bisa ngejaga diri dengan baik juga. jangan sampe' karena hal sepele, hidup kita jadi berantakan kaya yang diulas di buku ini...
once again, "Jangan Bugil Di Depan Kamera" iyah guys...

Kamis, 09 April 2009

Sekilas Pertelevisian Indonesia

TVRI (Televisi Republik Indonesia) adalah stasiun televisi pertama yang mengudara di Indonesia. Pertama siaran pada 17 Agustus 1962, TVRI menjadi salah satu proyek ambisius dari Soekarno yang pada waktu itu menginginkan agar negerinya tidak disebut terbelakang dan ketinggalan zaman, dan TVRI saat itu diproyeksikan untuk menyongsong pelaksanaan Asian Games IV yang merupakan pesta olahraga pertama yang diselenggarakan Indonesia. Alhasil, dengan segala ketidakmatangannya baik itu dari segi perencanaan, manajemen maupun peralatan dan perlengkapannya TVRI tumbuh ditengah kekuasaan otoriter orde lama dan kemudian semakin dipertegas sebagai media pemerintah yang lazimnya menjadi coronh kekuasaan orde baru di era Soeharto.

Kemudian, pada dekade 1990-an muncul televisi swasta yang di pelopori RCTI. Lalu TPI, SCTV, ANTV dan Indosiar. Stasiun-stasiun tersebut pada dasarnya merupakan salah satu pengembangan usaha dari keluarga Soeharto yang dalam segi bisnis memang menguasai ruang usaha di Indonesia.

Dalam perkembangannya televisi-televisi, khususnya televisi swasta yang ada, secara geografis tersentral di Ibukota Jakarta, antara lain RCTI, TPI, SCTV, ANTV, Indosiar, Trans TV, TV 7, Lativi, Global TV dan Metro TV. Semuanya mempunyai hak siar secara nasional. Posisi Jakarta sebagai pusat pertelevisian nasional menjadi fenomena tersendiri bagi kualitas televisi itu sendiri, seperti pada munculnya penggeneralisasian budaya dan program siaran. Banyak acara ataupun sinetron televisi yang mengambil latar kota Jakarta karena selain tidak memakan ongkos produksi yang mahal juga dapat dikemas secara cepat dan efisien. Kemudian timbulah stigma bahwa Indonesia itu sudah terwakili dengan Jakarta, karena mau tidak mau masyarakat yang menjadi konsumen siaran televisi kebanyakan dicekoki dengan trend Jakarta sebagai pusat informasi juga perkembangan segala aspek kehidupan dari gaya hidup, fashion sampai setting sinetron dan berita.

Munculnya TV Lokal

Berkenaan dengan otonomi daerah dan desentralisasi, yang kemudian di tindak lanjuti dengan munculnya UU nomor 32/2002 tentang penyiaran, maka keberadaan TV lokal seakan mendapatkan restunya.

Pada perjalanannya dari awal hingga saat ini, UU tersebut belum mendapatkan kejelasan yang pasti, terutama yang mengatur mengenai batas wilayah siaran yang mengisyaratkan bahwa TV nasional untuk mengurangi kapasitas dan wilayah jangkauannya. Banyak pihak yang menentang UU ini terutama dari kalangan pemilik TV swasta yang sudah terlanjur menanamkan investasi yang tinggi untuk televisinya, UU tersebut dimaknai akan membatasi ruang bisnis mereka. Karena munculnya pertentangan, akibatnya hingga kini UU penyiaran tersebut masih belum jelas kekuatannya.

Terlepas dari konflik kepentingan antara pemerintah dan kapitalisme industri pertelevisian yang ada, TV lokal kemudian lahir dengan gairah otonomi daerah yang ada. Semangat untuk menjadi media lokal yang memfasilitasi masyarakat daerah masing-masing, baik dari segi informasi ataupun hiburan seakan menjadi jargon yang memposisikan TV lokal sebagai prospek cerah bagi kemajuan dunia media di Indonesia.

Di wilayah Jakarta muncul Jak-TV, O-Chanel dan Space-Toon. Di Bandung, di warnai dengan kelahiran Bandung TV, S-TV, Padjajaran TV, CT Chanel. Kemudian di wilayah lainnya seperti Jogja TV (Yogyakarta), Bali TV (Denpasar), Pro TV (Semarang), J-TV (Surabaya) sebagai produk Jawa Pos, dan PKTV / Publik Khatulistiwa Televisi (Bontang).

TV Lokal dan Isu lokal

Sebagaimana kedudukannya sebagai media daerah, maka dalam penyajian dan kemasannnya pun TV lokal cenderung menampilkan dan mengedepankan permasalahan daerah, baik dari isu yang dibawa maupun dari bahasa yang digunakan. Seperti S-TV dan Bandung TV yang dominan menggunakan bahasa Sunda yang menjadi bahasa asli Jawa Barat sebagai wilayah siaran TV lokal tersebut, dan juga Bali TV yang sebagian besar menggunakan bahasa Bali. Selain pemakaian bahasa, dalam isi pemberitaan juga program acaranya TV lokal terfokus membahas permasalahan lokal daerah masing-masing.

Walaupun mempunyai ciri khas dari segi pengemasan isu maupun bahasa, pada perkembangannya TV lokal masih belum mampu untuk menjadi alternatif dari TV-TV nasional yang telah dulu mengudara seperti RCTI dan kawan-kawan. Hal itu bisa dilihat dari format acara yang cenderung sama, daya kreatif yang diharapkan belum mampu dipenuhi secara inovatif.

Fenomena ekor mengekor dalam dunia pertelevisian sebenarnya bukan hal yang asing, hal ini tidak hanya terjadi pada TV lokal tapi pada kenyataannya terjadi pula diantara TV nasional itu sendiri. Keterbatasan investasi dan lemahnya daya saing terhadap TV nasional menjadi kendala tersendiri bagi TV lokal untuk bersaing dengan TV nasional, hal ini kemudian mengakibatkan TV lokal kesulitan di dalam mengembangkan dirinya.

Populeritas TV lokal ditengah masyarakat yang kalah jauh dibanding TV nasional menjadi faktor bagi minimnya sponsor dan investasi pengiklan untuk ikut menghidupi TV lokal.

Faktor modal adalah salah satu kendala yang membatasi kinerja dari sebagian besar TV lokal yang ada dewasa ini, namun jika Pemerintah dalam hal ini lebih tegas dalam mengatur dan menjalankan regulasi seperti yang tercakup dalam UU penyiaran yang mengatur wilayah siaran maka sedikit banyaknya perkembangan TV lokal akan terbantu, karena konsentrasi TV lokal baik dari segmentasi pasar maupun iklan akan terjaga. Media, seperti dalam bentuk TV harus dipandang sebagai alat untuk mencerdaskan masyarakat, bukan aspek bisnis semata.

sumber : http://deniborin.multiply.com